SEJARAH PERKEMBANGAN DAN DASAR-DASAR FIQH MAWARIS

Selasa, 25 Oktober 2011
I. Pendahuluan
Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw merupakan sebuah aturan yang lengkap dan sempurna, yang mengatur segala aspek kehidupan untuk keselamatan dunia dan akhirat.
Salah satu syariat yang diatur dalam ajaran Islam adalah tentang hukum waris, yakni pemindahan harta warisan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
Hukum waris yaitu segala jenis harta benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah dan sebagainya.
Tata cara pembagian harta warisan dalam Islam telah diatur dengan sebaik-baiknya. Alquran menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Pembagian masing-masing ahli waris baik itu laki-laki maupun perempuan telah ada ketentuannya dalam Alquran.

II. Pembahasan
1. Pengertian Fiqh Mawaris
Mawaris secara Etimologis adalah bentuk jamak dari kata tunggal maris artinya warisan. Dalam hukum islam dikenal adanya ketentuan-ketentuan tentang siapa yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan, dan ahli waris yang tidak berhak menerimanya. Istilah fiqh Mawaris dimaksudkan ilmu fiqh yang mempelajari siapa-siapa ahli waris yang berhak menerima warisan, siapa yang tidak berhak menerima, serta bagian-bagian tertentu yang diterimanya. Fiqh Mawaris, disebut juga ilmu faraid bentuk jamak dari kata tunggal faridah artinya ketentuan-ketentuan bagian ahli waris yang diatur secara rinci di dalam al-Qur’an.
Secara terminologi fiqh mawaris adalah fiqh atau ilmu yang mempelajari tenteng siapa orang-orang yang termasuk ahli waris, siapa yang tidak, berapa bagian-bagiannya dan bagaimana cara penghitungannya.
Mawaris juga disebut fara’id, bentuk jama’ dari فرد. Kata ini berasal dari kata فرد. Yang aritnya ketentuan atau menentukan. Kata farida ini banyak juga disebutkan didalam al quran surat at tahrim ayat 2yaitu :
     
Artinya : Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu.
Dengan pengertian diatas dapat ditegaskan bahwa pengertian fiqih mawaris adalah fiqh yang mempelajari tentang siapa-siapa orang yang termasuk ahli waris, bagian-bagian yang diterima mereka, siapa-siapa yang tidak termasuk ahli waris, dan bagaimana cara penghitungannya.

2. Bebrapa istilah dalam fiqh mawaris :
a) Waris adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan.
b) Muwaris adalah orang yang diwarisi harta peninggalannya, yaitu orang yang meninggal dunia. Baik meninggal secara hakiki, takdiri, atau melalui keputusan hakim.
c) Al ‘irs adalah harta warisan yang siap dibagi oleh ahli waris sesudah diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah.
d) Tirkah adalah semua harta peninggalan orang yang meninggal sebelum diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah, pembayaran utang dan pelaksanaan wasiat.

3. Sebab-sebab pewarisan pada zama jahiliyah :
a) Adanaya Pertalian Kerabat (Al Qorabah )
pertalian kerabat yang menyebabkan ahli waris dapat menerima warisan adalah meraka laki-laki yang kuta fisiknya. Pertimbangannya adalah meraklah yang secara fisik kuat memanggul senjata., menghancurkan musuh, demi kehormatan suku dan marga mereka. Implikasinya, wanita dan anak tidak mendapat waris karena kedua golongan yang terakhir ini tidak sanggup melakukan tugas-tugas peperangan, dan lebih dari itu mereka dipandang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Oleh karena itu kerabat yang dapat menerima waris pada zaman jahiliyah adalah :
- anak laki-laki
- saudara laki-laki
- paman
- anak laki-laki paman
b) Janji Prasetia (Al Hilf Wa Al Muaqodah)
Janji prasetia dijadikan dasar pewarisan pada masarakat zaman jahiliyah. Karena melalui perjanjian ini, sendi-sendi martabat dan kesukuan dapat dipertahankan. Janji prasetia ini dapat dilakukan oleh dua orang. pelaksanaannya. Sesesorang berikrar kepada orang lain untuk saling mewarisi, apabila salah satu diantara mereka meninggal dunia. Tujuannya untuk kepentingan tolong menolong, nasehat menasehati dan saling mendapatkan rasa aman. Karena itu, janji prasetia hanya dapat dilaksanakan oleh orang-orang yang telah dewasa dan cakap melakukannya.
Adapun isi janji prasetia adalah :
“Darahku darahmu, perumpahan darahku pertumpahan darahmu, perjuananku perjuanmu, perangku perangmu, damaiku damaimu, kamu mewarisi hartaku aku merawisi hartamu, kamu dituntut darahmu karena aku dan aku dituntut darahku karenamu dan diwajibkan denda sebagai pengganti nyawaku, akupun diwajibkan membayar denda sebagai pengganti nyawamu.”
Cara-cara perjanjian tersebut juga diakomodasi oleh al Quran, dalam surat an-nisa’ ayat 33 :
              ... 
Artinya : Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
Ayat tersebut tampak masih menyetujui atau melegalisasi janji prasetia sebagai dasar hukumsaling mewarisi diantara pihak-pihak yang melakuakn perjanjian. Akan tetapi hanya sebagaian ulama’ hanafiyah saja yang tatap memberlakukan ketentuan hokum, menurut isi ayat tersebut. Alasannya yang dikemukakan adalah, tidak ada ayat lain yang menghapusnya.
c) Pengangkatan Anak (Al Tabanni) Atau Adobsi
Dalam tradisi masyarakat jahiliyah, pengangkatan anak merupakan perbuatan hukumyang lazim. Setatus anak angkat disamakan kedudukannya dengan anak kandung. Caranya, sesorang mengambil anak laki-laki orang lain untuk dipelihara dan dimasukkan kedalah keluarga bapaknya. Karena setatusnya sama dengan anak kandung, maka terjadi hubungan saling mewarisi jika salah satu meninggal dunia, lebih dari itu, hubungan kekeluargaannya terputus dan oleh karenanya tidak bias mewarisi harta peninggalan ayah kandungnya. Anak angkat bukan saja setatus hukumnya sama dengan anak kandung, tatapi juga perlakuan, pemeliharaan dan juga kasih sayangnya. Untuk selanjutnya pengankatan anak ini berlaku sampai awal-awal Islam.

4. sebab-sebab pewarisan pada masa awal islam
a. pertalian krabat
b. janji prsetia
c. pngangkatan anak
d. hijrah dari makah kemadinah
e. ikatan persaudaraan (al muakhah) antara orang-orang muhajirin pendatang dan orang-orang ansor (penolong) dimadinah.

5. Dasar-dasar hukum pewarisan islam :
a. Ayat Al Quran (An Nisa’ : 7-14, 33, 176, Al Anfal : 75 )
1) Q.S An Nisa’ : 7
             •      • 
Artinya : Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.

2) Q.S An Nisa’ : 8
            • 
Artinya : Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat[270], anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang baik.
3) An Nisa’ : 9
•               
Artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.

b. Sunnah Nabi
Hadis nabi Muhammad SAW yang secara langsung mengatur pewarisan adalah :
1) hadis nabi dari Ibnu Abbas
“Berikanlah fara’id (bagian-bagian yang ditentuakan) itu kepada yang berhak dan selebihnya berikanlah untuk laki-laki dari keturuan laki-laki yang terdekat. “

6. Asas-asas hukum pewarisan Islam antara lain :
a. Asas Ijbari
Dalam hokum islam pemeliharaan harta dari orang yang meninggal kepada orang yang masih hidup berlaku dengan sendirinya tanpa usaha dari yang akan meninggal atau kehendak yang akan menerima. Cara pemeliharaan ini disebut ijbari.


b. asas bilateral
membicarakan asas ini berarti berbicara kemana arah peralihan harta itu dikalangan ahli waris. Asas bilateral dalam pewarisan mengandung arti bahwa harta waris beralih kepada atau melalui dua arah hal ini berarti bahwa setiap orang yang menerima harta warisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-laki dan pihak kerabat garis keturunan perempuan.
c. asas individual
hokum islam mengajarkan asas pewarisan secara individual, dengan arti bahwa harta waris dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara perorangan, masing-masing ahli waris menerima bagiannya secara sendiri, tanpa terikat dengan ahli waris yang lain. Keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang mungkin dibagi-bagi kemudian jumlah tersebut dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing.
d. asas keadilan berimbang
Dalam ubungannya dengan hak menyangkut materi, khusunya dengan menyangkut perasin, kata trsbut dapat di artikan keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antra yang diperoleh dengan kegunaan.
e. Asas semata akibat kematian
Asas ini berarti bahwa harta serang tidak dapat beralih kepada orang lain dengan nama waris selama yang mempunya arat masih hidup. Juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seorang yang masih hiddup baik seca ralangsung maupun teraksana setelah dia mati, tidak termasuk kedalam istiha kewarisn menurut hokum islam dengandemikian hokum pewrisan islam mengenal satu bentuk pewarisan akibat kematian semata atau yang dalam ukum perdata atuau BW disebut dengan kewarisan abintestato dan tidak mengenal kewarisan atas dasar wasit yang diuat pada watu masih hidup yang disebut kewarisan bij testamen.


III. Kesimpulan
• Fiqh mawaris adalah fiqh atau ilmu yang mempelajari tenteng siapa orang-orang yang termasuk ahli waris, siapa yang tidak, berapa bagian-bagiannya dan bagaimana cara penghitungannya.
• Beberapa istilah dalam fiqh mawaris : Waris, Muwaris, Al ‘irs, Tirkah.
• Sebab-sebab pewarisan pada zama jahiliyah :
a) Adanaya Pertalian Kerabat (Al Qorabah )
b) Janji Prasetia (Al Hilf Wa Al Muaqodah)
c) Pengangkatan Anak (Al Tabanni) Atau Adobsi
• Dasar-dasar hukum pewarisan islam :
a) Ayat Al Quran (An Nisa’ : 7-14, 33, 176, Al Anfal : 75 )
b) Sunnah Nabi : hadis nabi dari Ibnu Abbas
• Asas-asas hukum pewarisan Islam antara lain :
a) Asas Ijbari
b) asas bilateral
c) asas individual
d) asas keadilan berimbang
e) Asas semata akibat kematian

IV. Penutup
Demikianlah makalah ini kami buat , dan tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karna kami hanyalah manusia biasa yang tidak pernah lepas dari kehilafan. Kami sadar ini adalah proses dalam menempuh pembelajaran ,untuk itu kami berharap kritik serta searan yang bisa membangun demi kesempurnaan makalah kami berikutnya . harapan kami semoga makalah ini dapat dijadikan sebuah kontribusi yang berarti dalam dunia pendidikan kami .amin

Daftar Pustaka
Dr. Ahmad rofiq, MA. Fiqh Mawari Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Garafindo Pesada 2002.
Prof. dr. amir syarifuddn. Hukum Kewarisan Islam. Jakrata: perenada 20004.
Drs. Ahmad rofiq. MA. Fiqh mawaris. Jakarata: Raja Grafindo Pesada. 1994
Drs. M. ali hasan. Hukum waris dalam islam. Jakarta: bulan bintang. 1979

0 komentar:

Posting Komentar