KLIPING FIQH MUNAKAHAT

Senin, 24 Oktober 2011
NIKAH SIRI

“Shasha Bantah Nikah Siri dengan Paramitha”
Selasa, 7/10/2008 KOMPAS ENTERTAINMENT
JAKARTA, SELASA - Shasha Mustafa, pria yang dikabarkan menikahi siri Paramitha Rusady pada 12 Mei 2008, akhirnya angkat bicara. Dalam pernyataan yang diberikannya di kediamannya yang terletak di Jalan Tebet Dalam 1 G No. 37, Jakarta Selatan, Shasha membantah.
“Berita itu tidak benar. Bagi saya itu bukan hal yang simple dan saya enggak setuju dengan hal itu (nikah siri). Nikah siri hanya bisa dilakukan oleh orang yang ahli agama. Berita ini jelas merusak nama dan keluarga besar saya. Juga nama Mitha (sapaan Paramitha),” tekannya.
Shasha sangat menyayangkan berita yang beredar tentang dirinya dan Mitha. Menurutnya, berita tersebut menodai kesucian hari Lebaran, karena tercuat masih dalam bulan Syawal dan secara tidak langsung mengajak orang su’uzon (berprasangka buruk). Bahkan, Shasha sempat menantang untuk mendatangkan orang yang menikahkan siri dirinya dengan Mitha, jika memang berita tersebut benar. “Kalau sampai ada seorang ustadz yang menikahi siri saya dengan Mitha, silakan lapor ke media,” tantangnya.
Tanggal 12 Mei 2008, yang disebut-sebut sebagai tanggal pernikahan siri Shasha-Mitha yang dilangsungkan di Bandung, pun disanggah oleh Shasha. “Saat itu saya di Jakarta dan secara kronologis maupun logis hal itu enggak akan terjadi,” akunya.
Kabar yang berhembus juga mengatakan bahwa Shasha dan Mitha telah tinggal satu rumah di kediaman baru Mitha yang terletak di Jalan Kecubung No. 8, Cilandak, Jakarta Selatan. “Itu semua tidak benar. Belakangan ini saya memang tidak tinggal di rumah, karena ibu saya baru saja meninggal dan saya lebih sering tinggal di rumah Bapak. Saya tidak menyangkal kalau saat ini hubungan saya dengan istri saya (yang juga bernama Paramitha) sedang tidak baik. Tapi, itu diluar konteks,” tegasnya lagi. (C-03)

KOMENTAR :
Perlu diketahui, pengertian nikah siri yang beredar di masyarakat itu ada dua macam yaitu:
1. Pernikahan yang dilakukan tanpa wali
2. Pernikahan yang dilakukan dengan adanya wali dan terpenuhi syarat syarat lainnya tetapi tidak dicatat di KUA setempat.
Maka,Untuk pernikahan yang dilakukan tanpa adanya wali dari pihak wanita, maka pernikahan seperti ini adalah batil dan tidak sah. Demikian madhzhab darikebanyakan ulama. Dalilnya Firman Allah :
                                    
"Apabila kamu menceraikan istri istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka nikah dengan (mantan) suami mereka ..." (Al Qur'an 2: 232).
Sebab turunnya ayat ini, yaitu:
Dari Hasan Al Bashri berkata: "Ma'qil bin Yasar menceritakan kepadaku bahwa ayat (Janganlah engkau menghalangi mereka) turun mengenai dirinya". Beliau berkata selanjutnya: "Saya menikahkan saudariku dengan seseorang, lalu dia menceraikannya sampai tatkala sudah habis masa iddahnya, lalu dia datang lagi untuk meminangnya. Maka saya pun berkata padanya: "Saya telah menikahkan engkau dan memuliakanmu lalu engkau menceraikannya, kemudian sekarang engkau datang untuk meminangnya lagi, Demi Allah engkau tidak akan kembali lagi padanya selama lamanya." Padahal sebenarnya dia itu seseorang yang tidak bermasalah, juga saudariku pun ingin kembali padanya. Maka turunlah firman Allah : (Janganlah engkau menghalangi mereka). Maka saya berkata : "Sekarang saya akan melakukannya Ya Rasulullah." Lalu saya pun menikahkan keduanya." (HR. Bukhari 5130, Abu Dawud 2087,Tirmidzi 2981).
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata : "Ayat ini adalah dalil yang paling tegas tentang disyaratkannya wali, karena seandainya tidak maka larangannya tidak akan berarti. Imam Ibnul Mundzir menyebutkan bahwa tidak diketahui ada seorang sahabat pun yang menyelisihi hal ini. " (Fathul bari 9/ 187).
Dari hadits kita ketahui,Dari Aisyah Radhiyallahu'anha berkata: Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya bathil - tiga kali-" (HR. Ahmad 6/156, dll dengan sanad shahih. Lihat Al Irwa 6/242/1840).
Kemudian,Pernikahan dipandang sah bila dipenuhi syarat dan rukunnya, yaitu :
1. Adanya calon suami dan calon istri
2. Adanya wali
3. Adanya dua saksi yang adil
4. Ijab dan qobul
Dengan demikian pernikahan dipandang sah bila terpenuhi syarat rukun tersebut, meskipun tidak dicatatkan di KUA.
1. Apabila pemerintah muslim di sebuah negri memerintahkan untuk melaporkan akad nikah pada suatu badan resmi semacam KUA dan semisalnya maka wajib menjalankannya.
2. Menjaga diri dari hal hal yang membuat orang berburuk sangka pada kita adalah sesuatu yang diperintahkan.

NIKAH SESAMA JENIS
“Nikah Sesama Jenis”
Ellen DeGeneres Ingin Punya Anak
Eny Kartikawati - detikhot
Los Angeles Pembawa acara talk show Ellen DeGeneres telah resmi menikah dengan pasangan lesbiannya bintang 'Ally McBeal' Portia de Rossi. Kini Ellen dan Portia pun berencana memiliki anak.

Rencana memiliki anak itu diakui Portia sebenarnya kerap datang dan pergi dalam pemikiran ia dan Ellen. "Aku tak tahu apa itu akan jadi hal terpenting kita di masa depan. Kami membicarakannya setiap beberapa bulan sekali," ujar pemenang Emmy Awards itu pada People, detikhot kutip Jumat (22/8/2008).

Meski bukan hal terpenting, Ellen sebenarnya sangat ingin memiliki momongan. Ia tak mau dianggap egois karena terlalu mencintai dirinya sendiri sehingga anak jadi absen dalam kehidupannya dan Portia.

"Kalau anak-anakku secantik dan setampan Brad dan Angelina, aku ingin sekali punya," candanya.

Rencana lain Ellen dan Portia selain mempunyai anak adalah memiliki peternakan yang luas. Mereka ingin sekali memelihara bermacam-macam binatang. Kalau bisa peternakan itu sudah ada sebelum ulang tahun pernikahan mereka ke-25.


KOMENTAR :

Di luar negeri alasannya selalu Hak Azasi Manusia, dan banyak LSM-LSM yg memperjuangkan tentang hal ini. Walaupun tidak semua negara menyetujuinya, dan hanya sedikit sekali negara yg menyetujui aturan itu. Jadi bukan di Indonesia aja yg ga boleh. Selain alasan agama, jg alasan kesehatan dari sudut pandang kedokteran bahwa anal sex itu kegiatan yg tidak bisa dibenarkan dari sudut pandang apa pun dari berbagai disiplin ilmu manapun. Itu kalo sesama pria.
Tapi kalo sesama wanita lebih kepada psikologis. Bahwa keinginan wanita untuk hamil dan melahirkan itu tidak mungkin didapatkan jika ia menikah dengan sesama wanita. Bukankah hamil dan melahirkan itu menandakan wanita yg seutuhnya? Wanita yg berfungsi sebagai wanita dan tidak ada lg yg berani menampik soal itu.
Islam juga menetapkan perkahwinan harus dilakukan oleh wanita dan lelaki, tidak diperbolehkan menikah sesama jenis.dalil yang menguatkannya, Firman Allah :
            
Artinya : " Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk memuaskan nafsu syahwat kamu dengan meninggalkanperempuan, bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. " (Q.S Al-A'raaf : 81)

Hikmah Tidak Membolehkan Pernikahan Sesama Jenis Adalah :
1. Mencegah manusia berbuat zalim terhadap diri sendiri dan ciptaan Allah. Allah telah menciptakan wanita untuk berpasangan dengan lelaki, dimana perkara ini juga dimaksudkan untuk memperolehi keturunan. Jika pernikahan dilakukan dengan sesama jenis, maka kudrat Allah untuk mengembang biakkan manusia dilanggar oleh manusia itu sendiri. Perkara ini tentunya akan mengakibatkan manusia tidak dapat menciptakan generasi berikutnya.
2. Mencegah gangguan jiwa. Kecenderungan terhadap sesama jenis merupakan kelainan jiwa yang membuat manusia tergelincir dari kudrat yang telah digariskan Allah.













NIKAH MUT'AH

NIKAH KONTRAK, HARAM HUKUMNYA!!
Oleh : Mohammad Haris
Santri Ma’had Aly PP.Salafiyah-Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur

KAWIN kontrak dapat dipahami sebagai sebuah perkawinan yang dilakukan seseorang dalam jangka waktu tertentu. Semisal ia mengawini perempuan selama satu minggu, satu bulan atau satu tahun. Setelah itu ia meninggalkan perempuan tersebut. Yang terpenting baginya adalah ia telah membayar uang sebagai kompensasi. Jika demikian, perkawinan seperti ini tidak ubahnya seperti praktek prostitusi. Posisi perempuan menjadi terpojok. Bagaikan barang yang sudah dibeli dan dipakai. Lantas dibuang. Karena tidak diperlukan lagi.

Perkawinan dalam Islam merupakan hal yang sakral. Dan merupakan investasi masa depan Umat Islam. Karenanya butuh beberapa ketentuan. Di sini pula mengapa Nabi menyarankan untuk berwalimah. Mengundang beberapa kerabat dan teman. Tujuannya sebagai sosialisasi. Agar tidak terjadi fitnah. Demi menjaga stabilitas di suatu masyarakat.
Dalam kajian Ushul Fiqh menjaga keturunan(hifdu al-nasl) termasuk dalam Maqhasid Syari’ah(tujuan Hukum Islam) yang Dharuri(mutlak dibutuhkan). Karenanya semua ulama sepakat menyatakan hukumnya batal. Kecuali kelompok Syiah yang membolehkannya. Mereka menukil pendapatnya Ibnu Abbas tentang kebolehannya. Padahal Ibnu Abbas sendiri telah mencabut pendapatnya tersebut. Beliau lantas menyatakan keharamannya(Faidu al-Qadir,VI,416). Bahkan riwayat dari Baihaqi bahwa Imam Jakfar menyatakan orang tersebut sebenarnya telah melakukan zina. Ini terlihat saat beliau ditanya tentang seseorang yang melakukan Nikah Mut’ah. Beliau menjawab “sebenarnya ia telah melakukan zina”.
Memang Nikah Mut’ah pernah dipraktekkan oleh sahabat pada zaman Nabi Muhammad. Tapi kebolehannya sebab keterdesakan. Ketika itu mereka menempuh waktu lama dalam perjalanan menuju peperangan tanpa di dampingi istri. Ditambah kondisi medan yang panas, berdebu dan terjal. Tepatnya di waktu hari perebutan kota Mekah. Setelah itu Nikah Mut’ah diharamkan sampai hari kiamat tiba. Rasul bersabda “Wahai manusia, sesungguhnya saya pernah memberi idzin kepada kamu untuk ber-mut`ah, tapi ketahuilah(sekarang) Allah telah mengharamkannya hingga hari kiamat”(HR.Muslim dan Ibnu Majah). Tercatat dua kali penasakhan terhadap Nikah Mut’ah ini. Di awal Islam dibolehkan, lantas dilarang saat perang Khaibar. Kemudian dibolehkan lagi ketika penaklukan Mekah. Setelah tiga hari berlalu dilaranglah untuk selamanya sampai menjelang hari kiamat(Syuruh Nawawi ‘ala Muslim,V,76).
Konsekuensi bagi seorang yang telah melakukan Nikah Mut’ah sangat mendasar. Diantaranya orang tersebut tidak ada hak kewarisan, tidak ada ketetapan jalur nasab atau wajibnya‘iddah. Sebab hubungan intim seseorang yang absah hanya berlaku kepada pasangan suami istri atau budak yang dimilikinya(saat ini budak tidak ada). Allah berfirman “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap istri-istri mereka ataur budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela”(QS;al-Mu’minun,5-6).
Karenanya di waktu Umar Ibn Khattab jadi khalifah, beliau berpidato di atas podium. Beliau menyatakan bahwa Nikah Mut’ah itu haram hukumnya. Sementara sahabat yang lain juga mengakuinya. Dengan pengakuan para sahabat ini, pernyataan umar –dengan dukungan para sahabat— telah terjadi ijma’. Bahkan puteranya Umar sendiri mengancam akan merajam orang yang melakukan Nikah Mut’ah ini.(lihat Tafsir Rawai’ul Bayan,I,363). Wallahu A’lam


KOMENTAR :
Perkawinan model begini dalam Islam dinamakan Nikah Mut’ah. Dikatakan mut’ah karena yang bersangkutan hanya sebatas meluapkan libido seksnya. Hanya bersenang-bersenang saja. Di sini tujuan dari perkawinan sebagai media untuk mencetak generasi Islam yang berkualitas, membangun rumah tangga yang harmonis, penuh kasih dan sayang tidak mungkin tercapai. Ketika tujuan tidak ada, maka suatu tersebut tidak diakui dalam perspektif Islam. Nikah Mut'ah pernah diijinkan oleh Nabi, tetapi lantas di haramkan untuk selamanya :
Dalil hadits yang mengaramkan antara lain adalah: Dari Ibnu Majah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Wahai manusia, dahulu aku mengizinkan kamu nikah mut'ah. Ketahuilah bahwa Allah SWT telah mengharamkannya sampai hari kiamat." (HR Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).
Dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW telah mengharamkan nikah mut'ah dengan wanita pada perang Khaibar dan makan himar ahliyah. (HR Bukhari dan Muslim).
Hadits ini diriwayatkan oleh dua tokoh besar dalam dunia hadits, yaitu Al-Bukhari dan Muslim. Mereka yang mengingkari keshahihahn riwayat dua tokoh ini tentu harus berhadapan dengan seluruh umat Islam.
Bahkan sanad pertamanya langsung dari Ali bin Abi Thalib sendiri. Sehingga kalau ada kelompok yang mengaku menjadi pengikut Ali ra tapi menghalalkannya, maka dia telah menginjak-injak hadits Ali bin Abi Thalib.
Al-Baihaqi menukil riwayat dari Ja'far bin Muhammad bahwa beliau ditanya tentang nikah Mut'ah. Jawabannya adalah bahwa nikah Mut'ah itu adalah zina.
Tujuan nikah mut'ah bukan membangun rumah tangga sakinah, melainkan semata-mata mengumbar hawa nafsu dengan imbalan uang. Apalagi bila dikaitkan bahwa tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan yang shalih dan shalihat. Semua itu jelas tidak akan tercapai lantararan nikah mut'ah memang tidak pernah bertujuan untuk mendapatkan keturunan. Tetapi untuk sekedar kenikmatan seksual sesaat.Tidak pernah terbersit dalam benak pelaku nikah untuk nantinya punya keturunan dari pernikahan seperti itu. Bahkan ketika dahulu sempat dihalalkan di masa Nabi yang kemudian segera diharamkan, para shahabat pun tidak pernah berniat membentuk rumah tangga dari pernikahan itu.
Ungkapan bahwa nikah mut'ah itu adalah zina dibenarkan oleh Ibnu Umar. Dan sebagai sebuah kemungkaran, pelaku nikah mut'ah diancam dengan hukum rajam, karena tidak ada bedanya dengan zina.









POLIGAMI

Kamis, 2008 April 24
Poligami : Yes / No ?

Di kisah itu diceritakan kalo Fedi Nuril nikah ama Rianti n Carissa puteri, karena suatu kasus yang mendesak. Nah komentar dulu mengenai film ini, ni film dari segi cerita menurut gw amat bagus untuk ukuran Indonesia. Tetapi pemfilmannya menurut gw masih rada cupu dan aneh, tapi ketolong ama cerita & pemain yang seger (gw setuju banget pemilihan Rianti n Carissa!!).

Nah Film itu juga menunjukkan tentang praktek Poligami. Terlepas dari cerita yang memang poligami dilaksanakan dalam kondisi terpaksa (eh itu si Fahri nyatanya seneng-seneng aja tuh punya istri 2!), sebenernya, poligami tuh boleh gak sih?

Klo berdasar hukum Islam, Hukum asal poligami adalah mubah dan ini yang termuat dalam nyaris semua kitab fiqh.

Nah, tetapi dalam prakteknya, poligami lebih seperti tindakan tercela. Banyak yang nggak setuju, terutama kaum wanita. Nah, gimana pandangan kita tentang itu?

Gini deh, seandainya anda adalah seorang laki-laki akil baligh yang siap menikah, dan anda mempunyai 4 calon : Rianti Cartwright, Carissa Puteri, masih ditambah Luna Maya ama Dian Sastro. Mereka berempat dalam kondisi sangat butuh untuk dinikahi, dan kita punya materi untuk itu. Nah lo, siapa yang nolak coba? Yang ada tiap ari kita bakal senyum-senyum sendiri dan bahagia nggak ketulungan sampai gila.

Tapi sebelum itu, mikir dulu deh. Punya istri lebih dari satu tuh ada satu syarat yang sangat berat : adil. Apakah anda mampu membagi kasih sayang, perhatian, materi, tenaga, dan pikiran kepada mereka secara merata? Nggak segampang yang dibayangin bos! Coba deh pikirin perasaan mereka. Tapi inget, jumlah laki-laki dan perempuan tuh jomplang banget brur! Kasian juga kan klo ada banyak Wanita yang jomblo seumur idup? Nah, solusi yang realistis sebenarnya ya poligami itu sendiri.

Nah, yang mau saya sampaikan adalah, janganlah berpikiran negatif dahulu terhadap orang yang berpoligami, pahamilah dulu maksud dan tujuan mereka. Bukan tidak mungkin di masa mendatang poligami akan menjadi hal yang umum kalo-kalo jumlah laki-laki tinggal secuprit, sementara perempuannya bejibun.

Silahkan kalau ada yang mau mengutarakan pendapatnya di sini.
Diposkan oleh Arta a.k.a Mr Brightside di 23:53



KOMENTAR :

Islam tidak melarang umatnya untuk berpoligami dan tidak pula mengajaknya secara mutlak tanpa batasan. Tetapi Islam membatasinya dengan ikatan keimanan yang terkandung dalam nash al-Qur'an. Allah SWT, berfirman :
                              
"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya" .[ an-Nisa : 3]
Ayat al-Qur'an tersebut menunjukkan bahwa kemudahan berpoligami dan pembatasannya dengan empat perempuan tergabung dalam satu ayat dengan rasa takut sebagai perbandingan untuk berlaku zalim atau tidak adil.
Allah Swt tidak mengharuskan laki-laki untuk berpoligami. Orang yang tidak berpoligami tidak akan berdosa, siapa pun yang melihat poligami sebagai hal yang buruk maka janganlah berpoligami. Poligami diibaratkan sebagai alternatif dengan tetap menjaga dari ketakutan untuk tidak bisa adil.
Poligami yang ideal adalah poligami yang memenuhi ketentuan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa poligami itu mubah (dibolehkan), maka ketika seseorang memilih untuk berpoligami ia harus memenuhi syarat yang telah ditentukan yaitu adil. Karena ketika kita mengambil suatu hukum, maka kita harus mengambil hukum tersebut dari segala aspek.
Orang-orang cenderung kepada poligami dengan alasan menjalankan hukum Allah Swt tetapi banyak dari mereka yang meninggalkan kewajiban untuk berlaku adil. Dan kebanyakan istri membenci poligami adalah karena banyak didapatkan apabila suami menikah dengan wanita lain, dia berpaling kepada istri barunya, lebih mencintai dan menyayanginya dari pada istri pertamanya. Oleh karena itu, wajar jika perempuan menolak poligami.
Dengan demikian, setiap orang yang melaksanakan hukum Allah Swt untuk berpoligami, maka ia pun harus melaksanakan hukum Allah Swt untuk berlaku adil. Maksud dari adil dalam berpoligami adalah adil dalam memberikan hak-hak istrinya, baik lahir maupun batin, dan merata dalam memberikan tempat, nafkah dan lainnya.








NIKAH BEDA AGAMA

NUANSA : BUKAN SOAL TEMPAT…
Kamis, 6 Juli 2006
PERNIKAHAN antarwarga berbeda keyakinan makin banyak, khususnya di kalangan artis. Teranyar, pernikahan Cornelia Agatha dan Sonny di suatu tempat di luar negeri (tempat dirahasiakan?) Publik menanggapinya biasa-biasa saja. Situasi ini berbeda ketika artis Lidya Kandou akan menikah dengan Jamal Mirdad lebih kurang 20 tahun lalu. Saat itu, publik tak bisa menerima karena pernikahan antaragama dilarang UU negara dan agama (baca: Islam). Melalui proses panjang dan penuh kontroversi, akhirnya mereka menikah.
Sampai kini aturan negara tentang pernikahan beda agama belum berubah, sementara mayoritas umat Islam masih pada keyakinan nikah beda agama sama dengan zina. Meski demikian, pernikahan beda agama kian marak. Untuk menyiasati aturan negara, calon pasangan memilih menikah di luar negeri. Cara itu tampaknya cukup ampuh. Negara tak berdaya menghadapinya.
Dalam konteks tempat, mungkin tak ada masalah. Tapi, sesungguhnya ada yang lebih esensial. Nikah beda agama bukanlah soal tempat, melainkan soal akidah. Akidah Islam tetap mengharamkan nikah beda agama. Pernikahan dalam Islam bukan saja soal hukum, juga cara. Dan, semuanya memiliki implikasi pada produk turunannya. Ada pandangan jika status hubungan dua jenis manusia ini zina, secara filosofis, produk-produk turunannya, termasuk anak dan pernikahan anak-anak dari hasil nikah beda agama ini kelak juga zina. Patut dipertanyakan, sebagai contoh, apakah bapak dari pernikahan zina, sah menjadi wali/menikahkan anak gadisnya? Jika tidak, bagaimana status pernikahan anaknya kelak? Demikian pula dengan multiplier effect lainnya.
Maka, menikah di luar negeri karena di dalam negeri tidak mengakomodasi sesungguhnya hanyalah upaya-upaya simplistis tanpa mengubah esensi persoalan. Di negeri antah berantah sekalipun pelaksanaannya, tidak akan mengubah fakta bahwa pernikahan itu tetaplah sebuah perzinahan. Penyederhaan persoalan juga terlihat ketika pasangan menegaskan mereka akan saling menghormati keyakinan pasangan masing-masing.
Sekali lagi, ini bukan soal tempat, bukan soal aturan negara, bukan soal saling menghormati keyakinan, melainkan soal prinsip: akidah islamiah.
Memang, ada pendapat yang membenarkan pernikahan beda agama dengan alasan tertentu, yang mungkin saja--pendapat itu--memang sahih. Namun, sebagai bagian dari negara, kita berpegang pada aturan negara. Kalaulah pendapat ini ingin dijadikan pegangan, tentu harus melalui mekanisme sedemikian rupa agar masuk dalam aturan negara. Sepanjang pendapat itu belum teruji dan belum disahkan negara, yang kita pegang adalah yang diakui negara (dalam hal ini UU Perkawinan).
Reaksi pasif umat Islam dan ketidakberdayaan negara inilah sesungguhnya yang kita takutkan sejak puluhan tahun lalu karena akan mempersubur toleransi atas nikah beda agama. Bukan sekadar toleransi, pola nikah ini akan menjadi tren yang diikuti, terutama bila pelakunya kalangan publik figur. Pada pada kurun tertentu, kondisi ini dikhawatirkan menggerus secara perlahan keteguhan akidah umat. Jadi, kita mesti mencari solusinya.

KOMENTAR :

Nikah beda agama ada beberapa macam:
1. Laki laki muslim boleh menikahi wanita Yahudi dan Nashara (Ahlul Kitab).
Dasarnya firman Allah ta'ala (yang artinya):
 •                                             
"Pada hari ini dihalalkan bagi kalian yang baik baik. Makanan sembelihan orang orang yang diberi Al Kitab itu halal bagi kalian dan makanan kalian halal bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita wanita yang menjaga kehormatan diantara orang orang yang diberi Al Kitab sebelum kalian, bila kalian telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak pula menjadikannya gundik gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman maka hapuslah amalannya dan dia di hari akhirat termasuk orang orang yang merugi." (Al Maidah: 5).

2. Laki laki muslim tidak boleh (haram) menikahi wanita musyrik. Misal wanita beragama Hindu, Budha, Shinto, dll. Dasarnya firman Allah (yang artinya) :

                               •     •      ••   
"Janganlah kalian menikahi wanita wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, budak wanita yang mukmin itu lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hati kalian. Janganlah kalian menikahkan (wanita wanita beriman) dengan laki laki yang musyrik. Sungguh, budak laki laki yang beriman itu lebih baik daripada lelaki yang musyrik walaupun dia menarik hati kalian. ..." (Al Baqarah: 221).
3. Wanita muslimah tidak boleh dinikahi oleh laki laki ahlul kitab.
4. Wanita muslimah tidak boleh dinikahi oleh laki laki musyrik.
                               •                                 
"Hai orang orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Jika kalian telah mengetahui bahwa mereka (wanita wanita mukminah) benar benar beriman maka janganlah kalian kembalikan mereka kepada (suami suami mereka) orang orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang orang kafir dan orang orang kafir itu tidak halal bagi mereka. (Al Mumtahanah: 10).

0 komentar:

Posting Komentar