KASUS TABRAK LARI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM

Rabu, 04 Agustus 2010
I. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi yang sangat pesat pada saat ini dan tingkat pertumbuhan penduduk yang terus bertambah pula populasinya, maka diperlukan adanya sarana dan prasarana transportasi yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitas. Berbagai merek kendaraan bermotor telah merambah di berbagai wilayah di Indonesia, tidak hanya di daerah perkotaan saja namun juga di wilayah pelosok negeri ini, bahkan di daerah pegunungan tidak mau ketinggalan untuk memiliki kendaraan bermotor. Tentu saja tidak hanya jenis kendaraan bermotor roda dua ( sepeda motor) melainkan kendaraan beroda empat ( mobil ), kendaraan transportasi umum sampai kendaraan transportasi beroda enam. Baik kendaraan pribadi maupun milik perusahaan maupun milik kelembagaan sudah tidak asing lagi bagi penduduk di dunia.
Sementara itu perilaku orang dalam penggunaan jalan pada saat ini mengalami hal-hal yang sangat kompleks, karena dengan semakin banyaknya kendaraan bermotor yang ada di jalan tidak disertai dengan bertambahnya panjang jalan. Sehingga masalah yang timbal di jalan pun semakin banyak, kepadatan lalu lintas di berbagai tempat yang disebabkan oleh banyaknya pengguna jalan terutama kendaraan bermotor menyebabkan kemacetan jalan serta kerawanan kecelakaan lalu lintas. Dari kecelakaan lalu lintas terjadi timbul banyak korban, dan dari mereka ada yang selamat tetapi ada juga yang meninggal. Tidak jarang korban meninggal karena kurang pertanggungjawaban dari si penabrak, walaupun terkadang kesalahan juga dari korban sendiri.
Dari latar belakang di atas pemakalah menggaris bawahi mengenai kecelakaan lalu lintas khususnya kasus tabrak lari jika di lihat dalam pandangan hukum Islam.
II. PERMASALAHAN
Dalam makalah ini, pemakalah akan membahas mengenai kasus tabrak lari jika dilihat dalam pandangan hukum Islam. Bagaimana kasus ini dilihat dalam hukum Islam kemudian hukuman apa yang di dapat oleh pelaku.

III. PEMBAHASAN
A. Kasus Tabrak Lari Dalam Hukum Islam
Kasus tabrak lari pada masa sekarang ini sangat sering terjadi karena kendaraan bermotor hampir semua orang memilikinya maka tidak kaget kejadian seperti ini akan terjadi. Seperti yang terjadi pada tetangga saya yang meninggal dunia karena tabrak lari. Jika di lihat dari hukum Islam maka perbuatan seperti ini juga di sebut pembunuhan, seperti pada firman Allah SWT :
     •      •                                                            •           



Artinya:
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (Q.S An-Nisa’ : 92-93)

Dalam ayat di atas di sebutkan dalam pembunuhan menurut hukum Islam terbagi menjadi beberapa macam. Masing-masing ulama mempunyai pendapat mengenai jarimah pembunuhan ini. Menurut para ulama pembunuhan merupakan perbuatan manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa. Menurut mazhab Maliki membagi pembunuhan menjadi 2 macam yaitu pembunuhan sengaja dan pembunuhan tidak sengaja. Sedangkan ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hambali membagi pembunuhan menjadi 3 macam yaitu :
1. Pembunuhan sengaja (qatl al-‘amd), yaitu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang dengan maksud menghilangkan nyawanya.
2. Pembunuhan semi sengaja (qatl syibh al-‘amd), yaitu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang tidak dengan maksud untuk membunuhnya tapi mengakibatkan kematian.
3. Pembunuhan karena kesalahan (qatl al-khata’), yaitu pembunuhan yang disebabkan salah dalam perbuatan.

Dalam masing-masing pembunuhan juga ada unsur-unsur jarimah yang mendasarinya sehinga masuk dalam salah satu macam pembunuhan diatas. Dalam pandangan hukum Islam kasus tabrak lari ini merupakan pembunuhan semi sengaja. Jadi dalam pembunuhan semi sengaja unsur-unsurnya adalah :
1. Pelaku melakukan perbuatan yang menyebabkan kematian
2. Ada maksud penganiayaan atau permusuhan (bukan maksud membunuh)
3. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan kematian korban.
Jadi kalau kita uraikan dalam kasus tabrak lari, merupakan kasus pembunuhan yang menggunakan alat yaitu kendaraan bermotor dan di situ pelaku tidak berniat untuk mebunuh korban tetapi karena dia merasa takut atau alasan lainnya maka dia melarikan diri sehingga menyebabkan si korban meninggal dunia. Maka kejadian ini digolongkan dalam pembunuhan semi sengaja.
B. Hukuman Bagi Pelaku Tabrak Lari
Dari penjelasan diatas dapat kita ketahui bahwa kasus tabrak lari di golongkan pada pembunuhan semi sengaja. Perlu di ketahui bahwa pada kasus semacam ini tidak diwajibkan Qishas menurut Imam Syafi’i, Hukuman pokok pada pembunuhan semi sengaja adalah diyat berat dan kaffarat, sedangkan hukuman penggantinya adalah puasa dan ta’zir, dan hukuman tambahanya adalah terhalang menerima warisan dan wasiat.
Diyat pada bgolongan pembunuhan semi sengaja adalah 100 ekor unta. Seperti yang tertera pada hadist : “Ketahuilah bahwa pada pembunuhan sengaja yang tersalah, yaitu pembunuhan dengan cambuk, tongkat, batu, wajib diyat seratus ekor unta” (HR Ahmad dan Abu Dawud dari Abdullah bin Amr) , kemudian Imam Syafi’i membagi diyat seratus ekor unta itu dengan beberapa ketentuan di bagi menjadi 3 bagian yaitu : 30 ekor unta betina umur tiga masuk empat tahun, 30 ekor unta betina umur empat masuk lima tahun, dan 40 unta betina yang sudah bunting. Kemudian mengenai kaffarat, kaffarat disini adalah memerdekakan seorang budak belian, kalau tidak ada berpuasa dua bulan berturut-turut kalau tidak sanggup memberi makan kepada 60 orang miskin, untuk tiap-tiap orang satu mud.
IV. KESIMPULAN
Dari pembahasn diatas dapat diambil simpulan bahwa :
• Kasus tabrak lari ini merupakan masuk dalam golongan pembunuhan semi sengaja yaitu suatu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang tidak dengan maksud untuk membunuhnya tapi mengakibatkan kematian. ( seperti mengunakan tongkat, batu, dsb )
• Hukuman bagi pelaku pembunuhan semi sengaja adalah diyat ( 100 ekor unta ) dengan penjelasan diatas dan kaffarat, sedangkan hukuman penggantinya adalah puasa dan ta’zir, dan hukuman tambahanya adalah terhalang menerima warisan dan wasiat.

V. PENUTUP
Demikian tugas ini saya buat. Saya yakin bahwa tugas yang saya buat ini masih jauh dari yang namanya kata memadai, karenanya, arahan, kritikan, dan masukan dari Ibu dan kawan-kawan amat kami perlukan demi kebaikan makalah ini pada khususnya dan kami serta kawan-kawan lain pada umumnya. Semoga apa yang kami lakukan bermanfaat. Amiinn

DAFTAR PUSTAKA
Topo Santoso, Mebumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 2003.
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Azas Hukum Pidana Islam ( Fikih Jinayah ), Jakarta : Sinar Grafika, 2006.
Haliman, Hukum Pidana Syari’at Islam, Jakarta : PT. Bulan Bintang, tth.
Imam Abu Ishaq Ibrahim, Kunci Fiqih Syafi’i, Semarang : CV. As-Syifa’, 1992
"http://www.percikaniman.org"

0 komentar:

Posting Komentar