KASUS TABRAK LARI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM

Rabu, 04 Agustus 2010
I. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi yang sangat pesat pada saat ini dan tingkat pertumbuhan penduduk yang terus bertambah pula populasinya, maka diperlukan adanya sarana dan prasarana transportasi yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitas. Berbagai merek kendaraan bermotor telah merambah di berbagai wilayah di Indonesia, tidak hanya di daerah perkotaan saja namun juga di wilayah pelosok negeri ini, bahkan di daerah pegunungan tidak mau ketinggalan untuk memiliki kendaraan bermotor. Tentu saja tidak hanya jenis kendaraan bermotor roda dua ( sepeda motor) melainkan kendaraan beroda empat ( mobil ), kendaraan transportasi umum sampai kendaraan transportasi beroda enam. Baik kendaraan pribadi maupun milik perusahaan maupun milik kelembagaan sudah tidak asing lagi bagi penduduk di dunia.
Sementara itu perilaku orang dalam penggunaan jalan pada saat ini mengalami hal-hal yang sangat kompleks, karena dengan semakin banyaknya kendaraan bermotor yang ada di jalan tidak disertai dengan bertambahnya panjang jalan. Sehingga masalah yang timbal di jalan pun semakin banyak, kepadatan lalu lintas di berbagai tempat yang disebabkan oleh banyaknya pengguna jalan terutama kendaraan bermotor menyebabkan kemacetan jalan serta kerawanan kecelakaan lalu lintas. Dari kecelakaan lalu lintas terjadi timbul banyak korban, dan dari mereka ada yang selamat tetapi ada juga yang meninggal. Tidak jarang korban meninggal karena kurang pertanggungjawaban dari si penabrak, walaupun terkadang kesalahan juga dari korban sendiri.
Dari latar belakang di atas pemakalah menggaris bawahi mengenai kecelakaan lalu lintas khususnya kasus tabrak lari jika di lihat dalam pandangan hukum Islam.
II. PERMASALAHAN
Dalam makalah ini, pemakalah akan membahas mengenai kasus tabrak lari jika dilihat dalam pandangan hukum Islam. Bagaimana kasus ini dilihat dalam hukum Islam kemudian hukuman apa yang di dapat oleh pelaku.

III. PEMBAHASAN
A. Kasus Tabrak Lari Dalam Hukum Islam
Kasus tabrak lari pada masa sekarang ini sangat sering terjadi karena kendaraan bermotor hampir semua orang memilikinya maka tidak kaget kejadian seperti ini akan terjadi. Seperti yang terjadi pada tetangga saya yang meninggal dunia karena tabrak lari. Jika di lihat dari hukum Islam maka perbuatan seperti ini juga di sebut pembunuhan, seperti pada firman Allah SWT :
     •      •                                                            •           



Artinya:
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (Q.S An-Nisa’ : 92-93)

Dalam ayat di atas di sebutkan dalam pembunuhan menurut hukum Islam terbagi menjadi beberapa macam. Masing-masing ulama mempunyai pendapat mengenai jarimah pembunuhan ini. Menurut para ulama pembunuhan merupakan perbuatan manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa. Menurut mazhab Maliki membagi pembunuhan menjadi 2 macam yaitu pembunuhan sengaja dan pembunuhan tidak sengaja. Sedangkan ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hambali membagi pembunuhan menjadi 3 macam yaitu :
1. Pembunuhan sengaja (qatl al-‘amd), yaitu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang dengan maksud menghilangkan nyawanya.
2. Pembunuhan semi sengaja (qatl syibh al-‘amd), yaitu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang tidak dengan maksud untuk membunuhnya tapi mengakibatkan kematian.
3. Pembunuhan karena kesalahan (qatl al-khata’), yaitu pembunuhan yang disebabkan salah dalam perbuatan.

Dalam masing-masing pembunuhan juga ada unsur-unsur jarimah yang mendasarinya sehinga masuk dalam salah satu macam pembunuhan diatas. Dalam pandangan hukum Islam kasus tabrak lari ini merupakan pembunuhan semi sengaja. Jadi dalam pembunuhan semi sengaja unsur-unsurnya adalah :
1. Pelaku melakukan perbuatan yang menyebabkan kematian
2. Ada maksud penganiayaan atau permusuhan (bukan maksud membunuh)
3. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan kematian korban.
Jadi kalau kita uraikan dalam kasus tabrak lari, merupakan kasus pembunuhan yang menggunakan alat yaitu kendaraan bermotor dan di situ pelaku tidak berniat untuk mebunuh korban tetapi karena dia merasa takut atau alasan lainnya maka dia melarikan diri sehingga menyebabkan si korban meninggal dunia. Maka kejadian ini digolongkan dalam pembunuhan semi sengaja.
B. Hukuman Bagi Pelaku Tabrak Lari
Dari penjelasan diatas dapat kita ketahui bahwa kasus tabrak lari di golongkan pada pembunuhan semi sengaja. Perlu di ketahui bahwa pada kasus semacam ini tidak diwajibkan Qishas menurut Imam Syafi’i, Hukuman pokok pada pembunuhan semi sengaja adalah diyat berat dan kaffarat, sedangkan hukuman penggantinya adalah puasa dan ta’zir, dan hukuman tambahanya adalah terhalang menerima warisan dan wasiat.
Diyat pada bgolongan pembunuhan semi sengaja adalah 100 ekor unta. Seperti yang tertera pada hadist : “Ketahuilah bahwa pada pembunuhan sengaja yang tersalah, yaitu pembunuhan dengan cambuk, tongkat, batu, wajib diyat seratus ekor unta” (HR Ahmad dan Abu Dawud dari Abdullah bin Amr) , kemudian Imam Syafi’i membagi diyat seratus ekor unta itu dengan beberapa ketentuan di bagi menjadi 3 bagian yaitu : 30 ekor unta betina umur tiga masuk empat tahun, 30 ekor unta betina umur empat masuk lima tahun, dan 40 unta betina yang sudah bunting. Kemudian mengenai kaffarat, kaffarat disini adalah memerdekakan seorang budak belian, kalau tidak ada berpuasa dua bulan berturut-turut kalau tidak sanggup memberi makan kepada 60 orang miskin, untuk tiap-tiap orang satu mud.
IV. KESIMPULAN
Dari pembahasn diatas dapat diambil simpulan bahwa :
• Kasus tabrak lari ini merupakan masuk dalam golongan pembunuhan semi sengaja yaitu suatu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang tidak dengan maksud untuk membunuhnya tapi mengakibatkan kematian. ( seperti mengunakan tongkat, batu, dsb )
• Hukuman bagi pelaku pembunuhan semi sengaja adalah diyat ( 100 ekor unta ) dengan penjelasan diatas dan kaffarat, sedangkan hukuman penggantinya adalah puasa dan ta’zir, dan hukuman tambahanya adalah terhalang menerima warisan dan wasiat.

V. PENUTUP
Demikian tugas ini saya buat. Saya yakin bahwa tugas yang saya buat ini masih jauh dari yang namanya kata memadai, karenanya, arahan, kritikan, dan masukan dari Ibu dan kawan-kawan amat kami perlukan demi kebaikan makalah ini pada khususnya dan kami serta kawan-kawan lain pada umumnya. Semoga apa yang kami lakukan bermanfaat. Amiinn

DAFTAR PUSTAKA
Topo Santoso, Mebumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 2003.
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Azas Hukum Pidana Islam ( Fikih Jinayah ), Jakarta : Sinar Grafika, 2006.
Haliman, Hukum Pidana Syari’at Islam, Jakarta : PT. Bulan Bintang, tth.
Imam Abu Ishaq Ibrahim, Kunci Fiqih Syafi’i, Semarang : CV. As-Syifa’, 1992
"http://www.percikaniman.org"

suara hati

Selasa, 08 Juni 2010
tak ku sangka..
telah sekian lama kita bersama
tak ku sadari..
ku mulai terbiasa

apakah kau merasa ??
tak pernah ada jawab nya...

tak tau apa dan kenapa..
tapi satu yg ku rasa
"jenuh"

suatu rasa yg kadang muncul begitu saja,
entah dari mana...
Selasa, 13 April 2010
INTERELASI NILAI JAWA DAN ISLAM
I. PENDAHULUAN
Sebagai agama dakwah, Islam tidak berhenti dan berada di luar kehidupan nyata manusia, tetapi masuk keseluruh segi kehidupannya. Keberadaan Islam dalam masyarakat muslim baik individu maupun sosial bersifat unik. Hal ini karena Islam tidak berusaha membentuk kebudayan yang sama. Dapat kita lihat bahwa masyarakat Islam di suatu daerah dengan daerah yang lainnya tidak selalu memiliki produk kebudayaan yang seragam (sama). Islam telah memberikan peluang kepada pemeluknya untuk memelihara dan menegembangkan kebudayaan–kebudayaan masing–masing, sepanjang tidak menyalahi dan melenceng jauh dari prinsip–prinsip Islam sendiri.
Masyarakat Jawa dipercaya memiliki kebudayan yang khas, dan masyarakat yang menjunjung tinggi sifat–sifat luhur dan kebudayaan ( termasuk berbagai macam seni, sastra dan kepercayaan ) yang dimilikinya.
Di Indonesia, kebudayaan Jawa merupakan salah satu kebudayaan lokal yang berpengaruh penting karena dimiliki sebagian besar etnik terbesar di Indonesia. Nilai–nilai Islam memiliki arti penting bagi kebudayaan Jawa karena mayoritas masyarakat Jawa beragama dan memeluk agama Islam. Dengan demikian hubungan nilai–nilai Islam dengan kebudayaan Jawa menjadi menarik karena keberadaan Islam dan kebudayaan Jawa yang cukup dominan pada bangsa Indonesia.

II. PERMASALAHAN
Dalam makalah ini akan di bahas beberapa materi mengenai :
a. Arti Interelasi
b. Interelasi antara nilai-nilai Islam dengan nilai Jawa
c. Cakupan Interelasi Islam Jawa
III. PEMBAHASAN
A. Arti Interelasi
Interelasi merupakan kata yang adopsi dari bahasa Inggris sehingga dari kamus bahasa Inggris dapat di ketahui bahwa “interrelation : mutual or reciprocal relation or relathness” yang berarti hubungan antar manusia. Jadi interelasi adalah hubungan atau keterkaitan. Maka interelasi antara nilai Jawa dan Islam merupakan keterkaitan antara dua nilai tersebut, sehingga yang nantinya itu menimbulkan akibat-akibat yang terjadi karena adanya hal tersebut yang saling berhubungan seperti adanya pengaruh-pengaruh dalam bahasa, sastra, arsitektur, dsb.

B. Interelasi Antara Nilai-Nilai Islam Dengan Nilai Jawa
Perkembangan agama Islam di Indonesia yang berlangsung secara evolutif telah berhasil menanamkan akidah Islamiah dan syari’ah shahihah, memunculkan cipta, rasa, dan karsa oleh pemeluk-pemeluknya. Sebelum kedatangan Islam, masyarakat telah memeluk agama yang berkembang secara evolutif pula, baik dari penduduk asli (yang menganut animisme, dinamisme, veteisme, dan sebagainya) maupun pengaruh dari luar (Hindu-Budha). Yang menarik, unsur-unsur budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai kepatutan tersingkir dengan sendirinya, sedangkan yang baik yang mengandung unsur-unsur kepatutan dan kepantasan, hidup secara berdampingan.
Pengaruh Islam terhadap kehidupan (pembinaan moral) bangsa Indonesia berkisar antara tiga kemungkinan. Yang pertama ialah ajaran Islam berpengaruh sangat kuat terhadap pola hidup masyarakat. Kedua, Islam dan budaya (moral) bangsa berimbang, sehingga merupakan perpaduan yang harmonis. Terakhir, ajaran (moral) Islam kurang berpengaruh, sehingga merupakan perpaduan yang ikut menyempurnakan moral bangsa. Ketiga kemungkinan perpaduan itu dapat terjadi di komunitas-komunitas muslim di berbagai tempat di Indonesia. Akulturasi ajaran-ajaran tersebut, akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. yang kemudian berkembang menjadi kebudayaan yang dapat dikelompokkan menjadi tiga: (1) Kebudayaan yang didominasi oleh budaya Islam yaitu akulturasi antara dua budaya Islam dan non-Islam, tetapi yang paling menonjol ialah budaya Islam. Hal ini dapat dilihat dalam ritual-ritual Islam seperti; peralatan yang digunakan pada waktu salat (sajadah, tasbih, dan sebagainya), kelembagaan zakat, wakaf, dan pengurusan pelaksanaan haji; (2) Kebudayaan yang terdiri dari percampuran antara kedua budaya seperti; bangunan masjid, bentuk joglo, pakaian pria ataupun mahramah untuk wanita, lagu, kasidah, tahlil, dan sebagainya; (3) Percampuran kebudayaan yang membentuk pola atau corak kebudayaan tersendiri ialah; sistem pemerintahan (Pancasila), sistem permusyawaratan, dan berbagai pemikiran yang timbul dari berbagai macam pergerakan dan sebagainya.
Sewaktu Islam masuk ke tanah Jawa, masyarakatnya telah memiliki kebudayaan tersendiri. Jadi sewaktu Islam masuk maka terjadi percampuran antara islam dan kebudayaan jawa itu yang oleh masyarakat di sebut nilai budaya jawa. Seiring berjalannya waktu maka kebudayaan itu mengalami perubahan dan perkembangan yang hasilnya dapat kita lihat pada masyarakat jawa yang sampai sekarang banyak yang masih bisa dirasakan seperti : masjid yang dipengaruhi model rumah jawa (joglo), dsb.
Dalam proses penyebaran Islam di Jawa ini ada 2 pendekatan mengenai bagaimana cara yang ditempuh supaya nilai-nilai Islam dapat di serap menjadi bagian dari budaya jawa. Yang pertama : Islamisasi kultur jawa mulai pendekatan ini budaya jawa diupayakan agar tampak bercorak islam baik secara formal maupun secara substansial yang ditandai dengan penggunaan istilah-istilah islam, nama-nama islam, pengambilan, peran tokoh islam pada berbagai cerita lama, sampai kepada penerapan hukum-hukum, norma-norma islam dalam berbagai aspek kehidupan. Pendekatan kedua : Jawanisasi islam, yang diartikan sebagai upaya penginternalisasian nilai-nilai islam melalui cara penyusupan kedalam budaya jawa. Maksudnya disini adalah meskipun istilah-istilah dan nama-nama jawa tetapi dipakai, tetapi nilai yang dikandungannya adalah nilai-nilai islam sehingga islam menjadi men-jawa. Berbagai kenyataan menunjukkan bahwa produk-produk budaya orang jawa yang beragama silam cenderung mengarah kepada polarisasi islam kejawaan atau jawa yang keislaman sehingga timbul istilah jawa atau islam kejawen. Sebagai contoh pada nama-nama orang banyak dipakai nama seperti Abdul Rahman, Abdul Razak, meskipun orang jawa menyebutnya Durahman, durajak. Begitu juga penggunaan sebutan jawa In Pandum yang pada hakekatnya terjemah dari tawakal dan lain-lain.
Sebagai suatu cara pendekatan dalam proses penyebaran Islam di Jawa, kedua kecenderungan itu merupakan strategi yang sering diambil ketika dua kebudayaan saling bertemu. Apalagi pendekatan itu sesuai dengan watak orang jawa yang cenderung bersikap moderat serta mengutamakan keselarasan. Akan tetapi, persoalan yang sering muncul dan sering menjadi bahan perbincangan dikalangan para pengamat adalah makna yang terkandung dari percampuran kedua budaya tersebut. Mereka memiliki penilaian yang berbeda ketika dimensi keberagaman orang islam jawa termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, sebagian mereka menilai bahwa percampuran itu masih sebatas pada segi-segi lahiriyah sehingga islam seakan hanya sebagai kulitnya saja, sedangkan nilai-nilai esensialnya adalah jawa. Sementara itu, sebagian yang lain menilai sebaliknya dalam arti nilai islam telah menjadi semacam ruh dari penempatan budaya jawa kendatipun tidak secara konkret berlabel islam.
C. Cakupan Interelasi Islam Jawa
Dari interelasi Islam dan jawa itu mempunyai pengaruh yang sangat besar, dalam berbagai aspek-aspek yang sampai sekarang masih bisa di rasakan, antara lain :
1. Interelasi nilai jawa dan Islam dalam aspek kepercayaan dan Ritual
Dalam agama islam aspek fundamental terumuskan dalam aqidah atau keimanan sehingga terdapatlah rukun iman yang harus dipercayai oleh orang muslim. Kemudian dalam budaya jawa pra islam yang bersumberkan pada ajaran hindu terdapat kepercayaan adanya para dewata, terhadap kitab-kitab suci, orang-orang (para resi), roh-roh jahat, lingkaran penderitaan (samsara), hukum karma dan hidup bahagia abadi (moksa) dan juga upacara sunatan. Upacara ini dilakukan pada saat anak laki-laki dikhitan. Dalam pelaksanaan khitan itu masyarakat mempunyai ciri yang berbeda-beda. Ada yang melaksanakan khitan antara usia empat sampai delapan tahun, dan pada masyarakat lain dilaksanakan ketika anak berusia antara 12 sampai 14 tahun. Pelaksanaan khitan sebagai bentuk perwujudan secara nyata mengenai pelaksanaan hukum islam, sunatan atau khitanan ini merupakan pernyataan pengukuhan sebagai orang islam. Karena itu sering kali sunatan disebut selam, sehingga mengkhitankan dikatakan nyelameken, yang mengandung makna mengislamkan (ngislamake).
2. Interelasi nilai jawa dan Islam dalam aspek sastra
Dengan adanya sastra yang berbentuk puisi, ceritra, atau prosa yang mengandung nilai moral, sehingga hasil sastra ini juga dipakai sebagai sarana penyebaran Islam.
3. Interelasi nilai jawa dan Islam dalam aspek arsitektur
Di lihat dari bangunan-bangunan masjid, misalnya : pada bangunan menara masjid Kudus yang dibangun oleh Sunan Kudus. Bentuknya menyerupai meru pada bangunan Hindu. Lawang kembar pada bangunan utama masjid dan pintu gapura serta pagarnya berciri khas Hindu. Bentuk bangunan khas Jawa tercermin pula dari bentuk atap yang bertingkat atau bertumpang (dua atau tiga) dengan pondasi persegi. Pondasi persegi ini, sisinya tepat berada pada arah mata angin. Bentuk bangunan dengan model atap tingkat tiga diterjemahkan sebagai lambang keislaman seseorang yang ditopang tiga aspek, yaitu iman, islam, dan ihsan.
4. Interelasi nilai jawa dan Islam dalam aspek kesenian
Hasil dari aspek kesenian salah satunya terlihat dalam wayang. Wayang itu mempunyai fungsi sebagai tontonan dan juga berfungsi sebagai tuntunan karena di dalam ceritra kisah pewayangan itu juga banyak mengandung nilai moral.
5. Interelasi nilai jawa dan Islam dalam aspek bidang politik
Hal ini sangat terlihat pada pemberian gelar pada raja-raja jawa Islam di Jawa seperti Sultan, kalifatullah sayyidin panatagama, tetunggul khalifatul mu’minin, dsb.
6. Interelasi nilai jawa dan Islam dalam aspek pendidikan
Adanya pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam di Jawa atau di luar Jawa yang muncul dari pengaruh-pengaruh Walisongo abad 15-16 di Jawa.

7. Interelasi nilai jawa dan Islam dalam perspektif ekonomi
Slametan yang diadakan sebelum usaha di mulai merupakan ajaran perencanaan agar semua input dan unsur – unsur menejemen dipertimbangkan. Sedangkan slametan yang dilaksanakan setelah atau pada akhir melakukan usaha ekonomi mengajarkan tentang iman kepada Tuhan (terutama dengan ucapan syukur dan bukti rasa syukur kepada Tuhan atas segala karunia dan rizqi yang telah dilimpahkannya) dan juga merupakan ajaran perencanaan untuk perawatan dan penggunaan.

IV. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat diambil simpulan bahwa :
• Interelasi adalah hubungan atau keterkaitan
• Ada 2 pendekatan mengenai bagaimana cara yang ditempuh supaya nilai-nilai Islam dapat di serap menjadi bagian dari budaya jawa.
1. Islamisasi kultur jawa
Mulai pendekatan ini budaya jawa diupayakan agar tampak bercorak islam baik secara formal maupun secara substansial yang ditandai dengan penggunaan istilah-istilah islam, nama-nama islam, pengambilan, peran tokoh islam pada berbagai cerita lama, sampai kepada penerapan hukum-hukum, norma-norma islam dalam berbagai aspek kehidupan.
2. Jawanisasi islam
Yang diartikan sebagai upaya penginternalisasian nilai-nilai islam melalui cara penyusupan kedalam budaya jawa. Maksudnya disini adalah meskipun istilah-istilah dan nama-nama jawa tetapi dipakai, tetapi nilai yang dikandungannya adalah nilai-nilai islam sehingga islam menjadi men-jawa.
• Interelasi nilai jawa dan islam ini mencakup berapa aspek antara lain kepercayaan dan ritual, sastra, kesenian, arsitektur, politik, pendidikan dan perspektif ekonomi.

V. PENUTUP
Demikian tugas ini saya buat. Saya yakin bahwa tugas yang saya buat ini masih jauh dari yang namanya kata memadai, karenanya, arahan, kritikan, dan masukan dari Ibu dan kawan-kawan amat kami perlukan demi kebaikan makalah ini pada khususnya dan kami serta kawan-kawan lain pada umumnya. Semoga apa yang kami lakukan bermanfaat. Amiinn
DAFTAR PUSTAKA
Marhiyanto, Bambang, dkk. Kamus 15 milyar. ( Buana Raya: Solo) 2006.
http://www.wikipedia.com/arti_akulturasi/

Tjadrasamitama, Uka , Kajian Naskah-Naskah Klasik dan Penerapanya bagi Kajian Sejarah Islam di Indonesia. (Puslitbang Lektur Keagamaan: Jakarta) 2006.

Amin, Darori. Islam dan Kebudayaan Jawa. (Gama Media: Yogyakarta) 2000.

http://www.indoskripsi.com/interelasi_nilai_jawa_dan_islam_dalam_aspek_kepercayaan_dan_ritual/
http ://www.mahasiswa_kreatif.blogspot.com/ interelasi_nilai_jawa_dan_islam_dalam_aspek_arsitektur/
Kitab Suci Al – Quran

nn. Islam Lokal Indonesia (Millah, Jurnal Studi Agama). (Magister Studi Islam, UII: Yogyakarta) 2009.

Mencintai Tanpa Syarat

Sabtu, 13 Maret 2010
Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun
Mereka dikarunia 4 orang anak disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnya pun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari pak suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.
Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian.
Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, pak suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan pak suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing2 dan pak suyatno memutuskan ibu mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata " Pak kami ingin sekali merawat ibu semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak..... bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu" .
dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2nya "sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian".
Pak suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2 mereka."
Anak2ku .... Jikalau pernikahan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah......tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian..
sejenak kerongkongannya tersekat,... kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti Ini.
kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yg masih sakit."
Sejenak meledaklah tangis anak2 pak suyatno merekapun melihat butiran2 kecil jatuh dipelupuk mata ibu suyatno.. dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu..
Sampailah akhirnya pak suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa2..
disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru disitulah pak Suyatno bercerita.
"Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam pernikahannya, tetapi tidak mau memberi ( memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian ) adalah kesia-siaan.
Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya,dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2..
Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama.. dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit,,,"

dari milis motivasi posted by inspirasipagi.imeldafm at

ini adalah salah satu cerita yang paling saya sukai. cerita ini saya ambil dari inspirasipagi.blogspot.com, semoga cerita ini dapat menginspirasikan para pembaca sekalian.

Film My Name Is Khan

Jumat, 12 Maret 2010

Hm.. ada film India baru nie, film nya keren banget! apa lagi yang maen sharukh khan ma kajol... kisah tentang perjuangan seorang muslim mempertahankan agamanya dan berjuang demi cintanya! klo kamu ngaku muslim... patut deh kamu sekalian nonton film ini,, tapi jangan tiru yang jelek-jeleknya lho... pokok nya kamu bakalan terharu dan pastinya kudu gak mau kalah sama seorang Khan....
Di bioskop juga masih ada lho..... hehe,